Nonton Film Online - Narasi Presiden Sukarno Pesan Majalah Playboy Pada Dubes AS
Nonton Film Online - Marshall Green serta istrinya, Lisa tiba di Jakarta pada 13 Juli 1965. Selang dua minggu lalu dia telah bisa bersua Presiden Sukarno. Pada 26 Juli 1965, ia menyerahkan surat keyakinan jadi duta besar Amerika Serikat (AS), menukar pendahulunya, Howard John.
Praktis Green hanya menanti lima hari mulai sejak permintaan untuk menyerahkan surat diserahkan sampai di terima sang Pemimpin Besar Revolusi. Walau sebenarnya beberapa duta besar dari negara beda umumnya mesti menanti hingga berminggu-minggu untuk dapat di terima Sukarno.
Selesai menyerahkan surat, Green mengemukakan pidato. Datar serta normatif. Maklum, hubungan AS serta Indonesia waktu itu tengah kurang serasi mulai sejak akhir 1950-an. Pemicunya diantaranya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, ancaman nasionalisasi perusahaan AS di Indonesia, serangan ke kantor perwakilan AS di Indonesia, juga sangkaan keterlibatan AS dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
Jadi tuan-rumah, Sukarno membalas pidato Green yang datar itu dengan beberapa kalimat provokatif. Ia menyerang kebijakan luar negeri AS. Walau hatinya panas, diplomat senior itu coba keras untuk menahan diri. Walau sebenarnya dengan tata krama diplomatik dia dibenarkan untuk selekasnya meninggalkan ruang.
" Saya tidak miliki pilihan terkecuali tetaplah disana. Meninggalkan ruang mungkin juga akan mengakibatkan Sukarno menyebutkan saya persona non grata, " catat Green dalam memoarnya bertopik 'Dari Sukarno ke Soeharto : G30S/PKI dari Kacamata Seseorang Duta Besar'.
Roso Daras, penulis buku 'Total Bung Karno : Serpihan Histori Yang Tercecer' dalam satu diantara artikelnya menjuluki Marshall Green jadi 'Diplomat Spesialis Kudeta'. Hal semacam ini dilandasi oleh rekam jejak Green sepanjang bertugas di beberapa negara. Waktu diletakkan di Teheran, Iran pada 1956, Green dipandang ikut menggulingkan Perdana Menteri Mohammad Musadegh yang menasionalisasi perusahaan minyak Abadan. Green sempat juga bertugas di Korea Selatan, serta berhasil turut menggulingkan Presiden Syngman Rhee yang tidak disenangi Amerika.
Waktu peristiwa ramah tamah, Green miliki peluang untuk 'membalas' Sukarno. Hal tersebut dikerjakan waktu 'sang Presiden' mengenalkan dianya pada Nyonya Supeni, pejabat di Departemen Luar Negeri, yang berkebaya hijau serta selendang keemasan.
" Nyonya Supeni, suka sekali saya berteman dengan Anda. Tahukah Anda? Dengan kebaya hijau serta selendang keemasan, Anda buat saya terpaku waktu Presiden berpidato barusan. Saya tidak menangkap semuanya kalimat yang disampaikannya. Dapatkah Anda bercerita pada saya apa yang disampaikannya? "
Sontak situasi jadi hening serta tegang. Semuanya seperti menahan nafas serta tutup mulut, menunggu reaksi Sukarno. Rupanya si Bung menangkap balasan cerdas tamunya. Dia menepuk paha serta tawanya meledak. Situasi mencair. Hadirin lega.
Pada 31 Agustus 1965, Green memperoleh peluang berjumpa sekali lagi dengan Sukarno dengan empat mata dalam situasi hangat. Toh demikian, Sukarno tetaplah tunjukkan ketidaksenangannya pada politik luar negeri AS. Di ujung pertemuan, Green memperoleh surprise dari sang Presiden.
Dengan berbisik Sukarno memohon dibawakan majalah Playboy dengan argumen suka pada penjelasan mengenai film serta teaternya. Sekian waktu lalu, Lisa yang tengah ada di Washington DC kirim majalah itu dalam kantung diplomatik. Namun Green tidak serta-merta kirimnya pada Sukarno.
Sesudah ditimang-timang, perasaannya insyaf kalau ada unsur jebakan dibalik keinginan Sukarno itu. " Saya selekasnya sadar kalau ini mungkin saja satu jebakan. Tentu Sukarno miliki langkah yang lebih gampang untuk memperoleh majalah itu. "
Dalam bayangan Green, Sukarno akan mengolok-oloknya di depan umum. " Jawablah Duta Besar Green, ya atau tidak. Apakah benar Tuan sudah mengirimi saya, Bung Karno, yang murni serta polos, majalah-majalah Playboy yang kotor? "
Pada akhirnya Green mengambil keputusan untuk menaruh saja majalah pesanan Sukarno itu. Enam bulan lalu, saat kedutaan AS dalam ancaman kepungan massa anti-Amerika Serikat, " majalah ini malah paling tahan api diantara semuanya berkas saya yang dibakar, " kata Green dalam memoar terbitan Grafiti, 1995 itu.
Post a Comment